Pages

Powered By Blogger

Friday, April 27, 2012

HERMENEUTIKA

Dosen : Khaerul Azmi, S.Sos.I, M.Sos.I



HERMENEUTIKA : Bergumul dengan penafsiran

Makna kata Hermeneutika

Kata hermeneutika berasal dari nama Dewa Hermes. Hermes, dalam mitologi Yunani bertugas menyampaikan dan menafsirkan pesan Tuhan kepada manusia. Untuk menyampaikan pesan, Hermes harus membiasakan diri dengan bahasa Tuhan dan bahasa orang lain dimana pesan itu disebarkan.
 Dalam konteks komunikasi dapat dikatakan bahwa Hermes membawa pesan dari Tuhan sebagai sender kepada manusia (receiver). 
Oleh karenanya ada dua bagian besar tugas Hermes, yaitu:

1.    Ia harus memahami dan menerjemahkan untuk dirinya apa yang Tuhan ingin sampaikan ke dunia
2.    Ia harus menerjemahkan dan mengartikulasikan pesan-pesan tersebut kepada makhluk hidup (Gary Radford, on the philosophy of communication)

jadi dapat dikatakan bahwa hermeneutika adalah pergulatan dengan penafsiran. Oleh karenanya wilayah hermeneutika mengandung tiga unsur utama:

1.    Adanya tanda, pesan, berita atau yang sering disebut sebagai teks
2.    Harus ada sekelompok orang yang merasa “asing” terhadap teks
3.    Adanya pengantara yang dekat dengan kedua belah pihak (C. Verhaak dalam Mudji Sutrisno, et. Al, 1994)

Hermeneutika masa klasik

Hermeneutika pada masa awalnya sub disiplin teologi, yaitu upaya mengeluarkan maksud teks dari kitab suci (eksegesis). Tokoh pertama yang memberikan tonggak yang kukuh bagi hermeneutika adalah Freidrich Daniel Ernst Schleiermacher (1768-1834). Bagi Schleiermacher hermeneutika adalah mengalami kembali proses batin pengarang teks. Hermeneutika berarti “rekonstruksi makna dengan menggunakan unsur kupasan bahasa dan psikologis.

Bagi Schleiermacher, filologi tidak mampu mengungkap wawasan khusus pengarang, karena tidak sampai pada tataran psikologi. Oleh karenanya memahami seorang penulis tidak sebatas memahami kata-katanya, tetapi juga lingkungan ilmiah dan budaya dimana ia hidup ( Roy, J. Howard, 2000).

Proses hermeneutika, adalah proses mengatasi “keasingan” suatu teks dengan masuk ke batin pengarang. Jalannya lewat interpretasi psikologis. (K. Bertens, 1983).

Para filsuf hermeneutika

Ada dua pendekatan utama dalam hermeneutika, yaitu:

1.    pendekatan yang bersumber pada linguistik
perumusnya adalah Ferdinand de Saussure. Pemikiran Saussure ini mempengaruhi Noam Chomsky, Umberto Eco hingga Roland Barthes. Bentuk akhir dari pendekatan ini adalah strukturalisme yang menegaskan “matinya” pengarang atau individu

2.    Pendekatan eksplisit yang bersumber dari Hegel, Marx dan Fenemonologi. Pendekatan kedua inilah yang menjadi fokus kajian sekarang ini.

Wilhelm Dilthey (1833-1911)

Filsafat Dilthey sering disebut sebagai Filsafat kehidupan (philosophie des Lebens)
Secara garis besar ada tiga pemikiran utama Dilthey yaitu:

a.     filsafat kehidupan. Bagi Dilthey kehidupan tidak saja bermakna biologis, tetapi seluruh kehidupan manusiawi dengan kompleksitasnya yang kaya. Dilthey menolak transendensi, dan mengarahkan pemikirannya kepada pengalaman.

b.    perbedaan antara ilmu alam dan humaniora. Dilthey membagi ilmu pengetahuan menjadi dua yaitu Naturwissenschaften (ilmu pengetahuan alam) dan Geisteswissenschaften (ilmu pengetahuan budaya). Menurut Dilthey, ilmu pengetahuan budaya mempunyai suatu metode tersendiri yang tidak dapat diasalkan dari metode ilmu alam. Ilmu pengetahuan alam mendasarkan metodenya kepada Eklaren (menjelaskan), sementara ilmu pengetahuan budaya harusnya dipraktekkan dengan metode verstehen (mengerti).

c.    Logika untuk menginterpretasikan (hermeneutika). Menurut Dilthey beberapa syarat harus dipenuhi dulu supaya hermeneutika dapat berjalan, yaitu:

pertama, pembiasaan dengan proses-proses psikis yang memungkinkan suatu makna. Oleh karenanya bagi Dilthey biografi dan psikologi menjadi penting

kedua, pengetahuan tentang konteks. Suatu kata hanya dapat dimengerti dalam kalimat bahkan konteks yang lebih luas
ketiga, mempunyai pengetahuan sistem sosial dan kultural dari teks yang dipelajari (K. Bertens, 1983).

Hans-Georg Gadamer

Dalam pemikiran Gadamer, “mengerti” tidak mungkin tanpa bahasa. Yang “Ada” menampakkan diri dalam bahasa. Dengan kata lain dalam situasi hermeneutis “Ada” tampak sebagai percakapan, sebagai dialog. Untuk “mengerti”, manusia harus mempunyai pra pengertian. Inilah yang disebut sebagai lingkaran hermeneutis. 

Bagi Gadamer, arti suatu teks tetap terbuka dan tidak terbatas pada maksud si pengarang. Maka dari itu interpretasi tidak bersifat reproduktif belaka, tetapi juga produktif.

Interpretasi dapat memperkaya arti suatu teks. Karena arti suatu teks tidak terbatas untuk masa lampau, tetapi mempunyai keterbukaan juga terhadap masa depan. Oleh karenanya setiap jaman harus mengusahakan interpretasinya sendiri sesuai jamannya. Seorang interpertator tidak dapat melepaskan diri dari situasi historisnya.

Tafsir sejarah dan ilmu budaya dalam hermeneutika Gadamer bersifat sinkronis. Yang hendak dicapai dari hermeneutika Gadamer adalah fusion of horizons, penyatuan pengarang dan pembaca.

0 comments:

Post a Comment