Pages

Powered By Blogger

Thursday, March 29, 2012

MAZHAB FRANKFURT

Dosen : Khaerul Azmi, S.Sos.I, M.Sos.I


 
MAZHAB FRANKFURT
Sejarah berdiri dan orientasi ajaran. Mazhab Frankfurt digunakan untuk menunjukkan sekelompok sarjana yang bekerja pada Institut fur Sozialforschung di Frankfurt am Main. Didirikan oleh Felix Weil pada tahun 1923 dengan maksud membentuk sebuah pusat penelitian sosial yang dapat menyelidiki persoalan-persoalan sosial, seperti misalnya sejarah gerakan kaum buruh dan asal usul semitisme.
Lembaga ini mencapai periode keemasan, ketika Marx Horkheimer menjadi direkturnya pada tahun 1930. Lembaga penelitian sosial ini mengumpulkan banyak sarjana dari berbagai bidang keahlian, supaya persoalan yang menyangkut masyarakat dapat dipelajari dengan berbagai konsep-konsep ilmiah. Diantara anggota Mazhab Frankfurt adalah Friedrich Pollock (ekonomi), Leo Lowenthal (sosiologi kesusastraan), Walter Benjamin (ilmu kesusastraan), Theodor W. Adorno (filsafat, musikologi, psikologi dan sosiologi), Erich From (Psikoanalisa) dan Herbert Marcuse (filsafat)

Pemikiran filsafat
Pandangan filosiofis mazhab Frankfurt dikenal sebagai “teori kritis”. Nama ini diciptakan oleh Horkheimer . Teori ini berbeda dengan dengan filsafat tradisional yang sifatnya kontemplatif saja. Teori kritis memandang diri sebagai pewaris cita-cita Karl Marx, sebagai teori yang menjadi emansipatoris. Teori Kritis tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan, melainkan berupaya mengubah. Teori Kritis mau menjadi Praksis.
Namun Teori Kritis tidak mau membebek pada Marxisme, yang menjiplak begitu saja karya Marx. Menurutnya masyarakat yang dianalisa Karl Marx berbeda dengan “masyarakat kapitalis tua” (spatkapitalismus).
Dalam pandangan Teori Kritis, masyarakat industri maju bersifat “totalitas”. Artinya kontradiksi-kontradiksi, frustasi-frustasi, penindasan-penindasan tidak lagi tampak. Semua segi kehidupan tampak normal, efisien, produktif, lancar, dan bermanfaat. Padahal nyatanya itu semua. Oleh karenanya selubung tersebut harus dibuka.
Dalam pandangan Herbert Marcuse, ciri khas yang menonjol dalam masyarakat industri modern adalah peranan ilmu pengetahuan dan teknologi. Rasionalitas dalam kapitalisme modern adalah rasionalitas teknologis, segala sesuatu dipandang dan dihargai sejauh dapat dikuasai, digunakan, diperalat dan dimanipulasi.
Dalam pandangan teknologis, instrumentalisasi menjadi istilah kunci, disamping operasionalisasi. Mula-mula cara berpikir ini dipraktekkan dengan alam. Tetapi kemudian merambah pada wilayah politik, sosial dan kultural. Lahirlah proyek semacam social engineering.

Pada titik inilah terdapat perbedaan antara Teori Kritis dengan Karl Marx yang dapat disimpulkan dalam:
1.       Dalam masyarakat industri yang maju, teknik dan ilmu pengetahuan menjadi tenaga produktif pertama. Dengan demikian teori kritis menilai pekerjaan kehilangan artinya.
2.       Sekaligus pertentangan antara pekerjaan dan modal pun kehilangan relevansinya. Penindasan manusia tidak lagi berupa penindasan kaum kapitalis terhadap para pekerja, melainkan semua ditindas  oleh suatu sistem di mana proses produksi yang ditentukan oleh teknologi sudah tidak terkontrol lagi.
3.       Perbedaan yang  tajam pula dengan Karl Marx, adalah kaum proletar sudah terintegrasi ke dalam “sistem” sehingga tidak lagi bersemangat revolusioner. Proletariat bukan lagi subjek suatu revolusi menyeluruh.
4.       Dengan demikian revolusi sendiri kehilangan artinya. Dalam pandangan Teori Kritis suatu revolusi hanya akan mengembalikkan keadaan semula.
5.       Kritik terhadap ilmu ekonomi kapitalis diganti dengan kritik terhadap kebudayaan teknokratis secara keseluruhan
6.       Dengan tekanan pada fungsi  primer kesadaran dalam usaha emansipasi, bidang produksi tidak lagi memiliki primat mutlak. Maka skema basis-bangunan atas dianggap tidak berlaku lagi
7.       Dengan demikian mereka juga menolak dogma inti Marxisme, bahwa menurut hukum perkembangan ekonomi umat manusia niscaya menuju ke penghapusan masyarakat berkelas dan ke arah kebebasan manusia.

Teori Kritis vs Teori Tradisional
Kritik teori kritis terhadap Teori Tradisional  adalah bahwa teori tradisional hanyalah menyusun suatu sistem prinsip yang melukiskan dunia. Teori tradisional menekankan pengetahuan murni, tetapi kurang memperhatikan aksi.
Dalam pandangan Horkheimer, anggapan teori tradisional bahwa sifat keilmiahan diukur dengan objektivitas, adalah sebentuk status quo. Oleh karenanya menurut Teori Kritis, pengenalan tidak pernah merupakan suatu usaha yang terlepas dari aksi. Teori Kritis insaf bahwa kegiatan ilmiah pada dasarnya sama dengan memihak pada suatu bentuk masyarakat tertentu. Maka dari itu tujuanTeori Kritis adalah emansipasi manusia dari relasi-relasi kemasyarakatan yang memperbudak
Pada akhirnya Teori Kritis mengalami jalan buntu. Teori Kritis menerima dari Marx bahwa manusia itu makhluk yang bekerja. Dan karena bekerja selalu berarti menguasai, maka pekerjaan pembebasan itu selalu akan menghasilkan perbudakan baru. Namun sebagaimana diperlihatkan oleh Jurgen Habermas, pekerjaan itu hanyalah satu tindakan dasar manusia saja. Pekerjaan adalah usaha manusia untuk menyesuaikan alam dengan kebutuhannya. Di samping pekerjaan masih terdapat tindakan yang sama dasariahnya yaitu, interaksi atau komunikasi antar-manusia.

2 comments:

Anonymous said...

ikannya udah q kasi makan ^^
terimakasi infonya,, sangat membantu ;D

Unknown said...

ijin copas ya

Post a Comment