MAZHAB FRANKFURT
Sejarah berdiri dan orientasi ajaran.
Mazhab Frankfurt digunakan
untuk menunjukkan sekelompok sarjana yang bekerja pada Institut fur Sozialforschung
di Frankfurt am Main. Didirikan oleh Felix Weil pada tahun 1923
dengan maksud membentuk sebuah pusat penelitian sosial yang dapat menyelidiki
persoalan-persoalan sosial, seperti misalnya sejarah gerakan kaum buruh dan
asal usul semitisme.
Lembaga ini mencapai periode
keemasan, ketika Marx Horkheimer menjadi direkturnya pada tahun 1930. Lembaga
penelitian sosial ini mengumpulkan banyak sarjana dari berbagai bidang
keahlian, supaya persoalan yang menyangkut masyarakat dapat dipelajari dengan
berbagai konsep-konsep ilmiah. Diantara anggota Mazhab Frankfurt adalah
Friedrich Pollock (ekonomi), Leo Lowenthal (sosiologi kesusastraan), Walter
Benjamin (ilmu kesusastraan), Theodor W. Adorno (filsafat, musikologi,
psikologi dan sosiologi), Erich From (Psikoanalisa) dan Herbert Marcuse
(filsafat)
Pemikiran filsafat
Pandangan filosiofis mazhab
Frankfurt dikenal sebagai “teori kritis”. Nama ini diciptakan oleh Horkheimer .
Teori ini berbeda dengan
dengan filsafat tradisional yang sifatnya kontemplatif saja. Teori kritis
memandang diri sebagai pewaris cita-cita Karl Marx, sebagai teori yang menjadi
emansipatoris. Teori
Kritis tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan, melainkan
berupaya mengubah. Teori Kritis mau menjadi Praksis.
Namun Teori Kritis tidak mau
membebek pada Marxisme, yang menjiplak begitu saja karya Marx. Menurutnya
masyarakat yang dianalisa Karl Marx berbeda dengan “masyarakat kapitalis tua” (spatkapitalismus).
Dalam pandangan Teori Kritis,
masyarakat industri maju bersifat “totalitas”. Artinya kontradiksi-kontradiksi,
frustasi-frustasi, penindasan-penindasan tidak lagi tampak. Semua segi
kehidupan tampak normal, efisien, produktif, lancar, dan bermanfaat. Padahal
nyatanya itu semua. Oleh karenanya selubung tersebut harus dibuka.
Dalam pandangan Herbert Marcuse,
ciri khas yang menonjol dalam masyarakat industri modern adalah peranan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Rasionalitas dalam kapitalisme modern adalah
rasionalitas teknologis, segala sesuatu dipandang dan dihargai sejauh dapat
dikuasai, digunakan, diperalat dan dimanipulasi.
Dalam pandangan teknologis,
instrumentalisasi menjadi istilah kunci, disamping operasionalisasi. Mula-mula
cara berpikir ini dipraktekkan dengan alam. Tetapi kemudian merambah pada
wilayah politik, sosial dan kultural. Lahirlah proyek semacam social engineering.
Pada titik inilah
terdapat perbedaan antara Teori Kritis dengan Karl Marx yang dapat disimpulkan
dalam:
1. Dalam masyarakat industri yang maju,
teknik dan ilmu pengetahuan menjadi tenaga produktif pertama. Dengan demikian
teori kritis menilai pekerjaan kehilangan artinya.
2. Sekaligus pertentangan antara
pekerjaan dan modal pun kehilangan relevansinya. Penindasan manusia tidak lagi
berupa penindasan kaum kapitalis terhadap para pekerja, melainkan semua
ditindas oleh suatu sistem di mana
proses produksi yang ditentukan oleh teknologi sudah tidak terkontrol lagi.
3. Perbedaan yang tajam pula dengan Karl Marx, adalah kaum
proletar sudah terintegrasi ke dalam “sistem” sehingga tidak lagi bersemangat
revolusioner. Proletariat bukan lagi subjek suatu revolusi menyeluruh.
4. Dengan demikian revolusi sendiri
kehilangan artinya. Dalam pandangan Teori Kritis suatu revolusi hanya akan
mengembalikkan keadaan semula.
5. Kritik terhadap ilmu ekonomi
kapitalis diganti dengan kritik terhadap kebudayaan teknokratis secara
keseluruhan
6. Dengan tekanan pada fungsi primer kesadaran dalam usaha emansipasi,
bidang produksi tidak lagi memiliki primat mutlak. Maka skema basis-bangunan
atas dianggap tidak berlaku lagi
7. Dengan demikian mereka juga menolak
dogma inti Marxisme, bahwa menurut hukum perkembangan ekonomi umat manusia
niscaya menuju ke penghapusan masyarakat berkelas dan ke arah kebebasan manusia.
Teori Kritis vs Teori
Tradisional
Kritik teori kritis terhadap Teori
Tradisional adalah bahwa teori
tradisional hanyalah menyusun suatu sistem prinsip yang melukiskan dunia. Teori
tradisional menekankan pengetahuan murni, tetapi kurang memperhatikan aksi.
Dalam pandangan Horkheimer, anggapan
teori tradisional bahwa sifat keilmiahan diukur dengan objektivitas, adalah
sebentuk status quo. Oleh
karenanya menurut Teori Kritis, pengenalan tidak pernah merupakan suatu usaha
yang terlepas dari aksi. Teori Kritis insaf bahwa kegiatan ilmiah pada dasarnya
sama dengan memihak pada suatu bentuk masyarakat tertentu. Maka dari itu
tujuanTeori Kritis adalah emansipasi manusia dari relasi-relasi kemasyarakatan
yang memperbudak
Pada akhirnya Teori Kritis mengalami
jalan buntu. Teori Kritis menerima dari Marx bahwa manusia itu makhluk yang
bekerja. Dan karena bekerja selalu berarti menguasai, maka pekerjaan pembebasan
itu selalu akan menghasilkan perbudakan baru. Namun sebagaimana diperlihatkan
oleh Jurgen Habermas, pekerjaan itu hanyalah satu tindakan dasar manusia saja.
Pekerjaan adalah usaha manusia untuk menyesuaikan alam dengan kebutuhannya. Di
samping pekerjaan masih terdapat tindakan yang sama dasariahnya yaitu,
interaksi atau komunikasi antar-manusia.
2 comments:
ikannya udah q kasi makan ^^
terimakasi infonya,, sangat membantu ;D
ijin copas ya
Post a Comment