Pembicaraan Politik
Dalam kehidupan sehari-hari, pembicaraan politik yang dilakukan para politikus, baik itu pejabat maupun yang berusaha menjadi pejabat, merupakan aspek yang sangat penting. Kebanyakan di antara kita mengenal seseorang sosok politik dari pembicaraannya (seperti dalam konferensi pers, pidato, dan pernyataan tertulis) atau karena apa yang orang katakan tentang dia. Sehingga, pembicaraan politik merupakan titik terbangunnya citra seseorang politikus.
David VJ Bell (1975) 3 jenis pembicaraan kepentingan politik
1. Pembicaraan Kekuasaan
Pembicaraan kekuasaan mempengaruhi orang lain dengan ancaman atau janji. Bentuk pernyataannya adalah : “Jika anda melakukan X, maka saya akan melakukan Y”..
2. Pembicaraan Pengaruh
Kata-kata yang terdapat dalam pembicaraan pengaruh adalah yang bernada dorongan, nasehat, permintaan, dan peringatan. Bentuk pernyataanya adalah : “Jika anda melakukan X, maka anda akan melakukan/merasa/mengalami Y”.....
3. Pembicaraan Otoritas
Pembicara dari penguasa yang sah ialah suara otoritas dan memiliki hak untuk dipatuhi. Sumber-sumber pengesahan itu misalnya adalah keyakinan religious atau sifat-sifat supranatural, daya tarik pribadi penguasa, adat istiadat atau kedudukan resmi. Bentuk pernyataanya adalah : “Lakukan X” atau “Jangan Lakukan X”....
Pembicaraan konflik
Melalui pembicaraan konflik, para komunikator politik menyelesaikan perselisihan-perselisihan mereka dengan menyusun perbendaharaan kata tentang asumsi, makna, pengharapan dan komitmen bersama.
Bahasa Politik
Politikus mengunakan bahasa supaya menciptakan kesannya, dan kesan ini adalah aspek yang terpaling hidupnya umum. Kalau mereka memberi jawaban yang salah kepada pertanyaan wartawan, mereka mungkin menyakitkan hati orang lain, dan menyebabkan perdebatan umum dan karirnya akan rusak.
Kegunaan Bahasa Politik
Selama pemilu presiden baru-baru ini, yang dipanggil pilpres (pemilihan presiden), bahasa politik lebih tajam, karena pasangan calon ingin menyakinkan masyarakat mengenai kebaikannya. Bahasa sangat penting sebagai alat untuk memberitahukan kebijaksanaannya dan menyakinkan rakyat memberikan suaranya. Ada bahasa politik yang berbeda dengan bahasa sehari-hari; politikus-politkus mengunakan semboyan-semboyan dan kata klise dalam menyampaikan maksudnya. Selama waktu kampanye, banyak jargon digunakan, seperti singkatan yang klise tersebut, dan sering kalau jargon digunakan, isu-isu yang benar tidak dibahas.
Hubungan Bahasa dan Kekuasaan
Bahasa adalah kekuasan. ‘Politik adalah sesuatu seni, atau kegiatan untuk memperoleh kekuasaan dan merambah kekuasaan’. Politikus seharusnya menguasai bahasanya untuk alasan penting, karena siapapun menguasi bahasa akan mempunyai kekuasaan. Contohnya, waktu Abdurramin Wahid (Gus Dur) membuat kesalahan dengan bahasanya, dan panggilan anggota DPR ‘taman kanak kanak’, itu mulai percekcokan di antara mereka dan dia. Pada akhirnya, anggota DPR berbalik melawan Gus Dur, dan dia jatuh dari kekuasan (2002:124).
Contoh: dikutip dari TEMPO Interaktif, Jakarta, 19 Oktober 2009
Bahasa Politik Mega Tetap Jadi Oposisi
Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Bima Arya Sugiarto, optimistis Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan bisa memainkan peran penting jika memilih menjadi oposisi. Syaratnya, kader partai harus taat pada keputusan tersebut. "Jika PDIP pecah, maka makin sulit memainkan peran oposisi ini," ujar Bima di Jakarta.
"Kalau piawai menawarkan alternatif kebijakan baru, PDIP pasti mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah," ia menambahkan. Menurut Bima, ada indikasi kuat bahwa PDIP akan memilih menjadi oposisi, di antaranya kepergian Megawati Soekarnoputri ke Singapura dan sikapnya yang hingga sekarang belum memutuskan untuk berkoalisi dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. "Itu sikap khasnya. Itu bahasa politik Mega untuk memberikan sinyal kepada SBY dan konstituennya untuk tetap beroposisi," ujarnya.
Persuasi Politik
1. Propaganda
Istilah propaganda dapat ditelusuri hingga masa Paus Gregorius XV yang membentuk suatu komisi para kardinal, Congregatio de propaganda Fide, untuk menumbuhkan keimanan kristiani diantara bangsa-bangsa lain. Namun pada perkembangannya, propaganda meluas ke wilayah politik, yakni diperuntukan untuk memperoleh pengaruh dan pada akhirnya kekuasaan. Praktek propaganda misalnya pernah dilakukan Partai Nazi, Hitler.
Tipe-tipe Propaganda
Propaganda dibedakan antara (1) propaganda yang disengaja dan (2)tidak disengaja; Doob mengajukan perbedaan (3) Propaganda yang tersembunyi dan (4) propaganda terang-terangan; Jacques Ellul menyebut tipologi (5) propaganda politik dan (6) propaganda sosiologi; serta (7) propaganda agitasi dan (8) propaganda integrasi; Ellul juga membedakan antara (9) propaganda vertical dan (10) propaganda horizontal.
2. Iklan
Melalui iklan, politisi/parpol bisa mempresentasikan slogan dan visi/misi beraroma keberpihakan. Tak hanya itu, melalui media campaign yang terwujud dalam reportase, karya investigatif dan opini, media bisa berfungsi sebagai wahana untuk ’memutihkan’ berbagai isu negatif yang berkembang sekaligus menjadi wadah untuk menyerang pihak lawan. Seluruh upaya tersebut mengarah pada tujuan membangun citra politisi & partai politik yang lebih baik di mata masyarakat, untuk kemudian bermuara pada pemenangan suara pemilih (rakyat).
Tipe-tipe periklanan
• Periklanan komersial
• Periklanan non komersial
• Periklanan konsumen
• Periklanan perusahaan
• Periklanan produk
• Periklanan institusional
3. Retorika
Retorika adalah kemampuan memengaruhi opini publik melalui kepiawaian berbicara. Para pemikir dan filsuf, sejak zaman Yunani kuno, telah menekankan pentingnya retorika. Aristoteles, filsuf terkenal Yunani, misalnya, menyatakan retorika seiring sejalan dengan dialektika. Jika dialektika berada dalam ranah teoretis dalam upaya menemukan suatu kebenaran, maka retorika lebih dalam ranah praksis. Dengan demikian, tidak ada yang "salah" dengan retorika, bahkan keahlian ini perlu dimiliki setiap orang dalam upaya menemukan dan menegakkan kebenaran.
Tipe-tipe retorika politik
1. Retorika deleberatif yakni dirancang untuk mempengaruhi orang-orang dalam masalah kebijakan pemerintah dengan menggambarkan keuntungan dan kerugian dari pilihan/alternative dalam melakukan sesuatu.
2. Retorika forensik yakni bersifat yuridis yang berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak bersalah, pertanggungjawaban , atau hukuman dan ganjaran. Biasanya ditemui pada ruang pengadilan.
3. Retorika demonstrative yakni epedeiktik, wacana yang memuji dan menjatuhkan. Tujuannya adalah untuk memperkuat sifat baik dan sifat buruk seseorang, suatu lembaga atau gagasan. Kampanye politik penuh dengan retorika demonstrative seperti satu pihak menantang kualifikasi pihak lain bagi jabatan dalam pemerintahan. Dukungan editorial oleh surat kabar, majalah, televisi, dan radio juga mengikuti garis demonstratif, memperkuat sifat-sifat positif kandidat yang mendukung dan sifat-sifat negative lawannya.
1 comments:
sangat membantu, terimakasih! ^^
Post a Comment