Pages

Powered By Blogger

Thursday, March 22, 2012

PERIKLANAN POLITIK


Dosen : Dr. Hadiono Afdjani, M.M, M.Si


Periklanan Politik
Bolland (dalam McNair, 203) mendefinisikan periklanan sebagai penempatan pesan-pesan terorganisir pada media dengan membayar. Begitu juga periklanan politik, dalam pengertian yang sama, mengacu kepada pembelian dan penggunaan tentang ruang periklanan (advertising space), membayar untuk rating komersil, dalam rangka untuk mentransmisikan pesan-pesan politik kepada suatu khalayak. Media yang digunakan meliputi bioskop, billboards, pres, radio, dan televisi.
  • untuk dikonsumsi oleh para partisipan politik. Namun iklan juga dirancang untuk membujuk. Dalam bujukan ini, iklan harus secara jernih/nyata menguntungkan politikus. Berkenaan dengan ini kendali kontrol editorial berada di tangan politikus (penerapan pada masing-masing sistem politik berbeda, ingat teorinya Sibert dkk.), bukan pada media.
  • Produser periklanan politik mempunyai kebebasan untuk mengatakan apa yang mereka inginkan, bagaimana mereka memainkan/mensandiwarakan kekuatan klien mereka dan menyoroti kelemahan lawan.
Diamond dan Bates (dalam McNair, 2003) mengidentifikasikan empat fase dari tipe kampanye periklanan politik di Amerika, yaitu:
1.       Identitas kandidat, dalam fase ini biografi positif dari kandidat harus harus dikemas sedemikian rupa untuk menumbuhkan kesan yang bagus.
2.       Kebijakan kandidat
3.       Menyerang lawan, menggunakan hal negatif.
4.       Kandidat harus diberkahi dengan pemaknaan  positif dalam konteks aspirasi dan nilai-nilai dari orang-orang yang mempunyai hak pilih.
Periklanan mempunyai dua fungsi pada proses pertukaran di antara suatu produser ( barang, jasa, atau program politik) dan konsumer, Yaitu:
1.       Pertama, periklanan itu menginformasikan. Proses politik diharapkan melibatkan pilihan-pilihan rasional oleh pemberi suara, yang harus didasarkan pada informasi. Sama halnya dengan iklan produk, yang menginformasikan ketersediaan suatu merk, harganya, kegunaannya. periklanan politik kontemporer dapat dilihat sebagai suatu pengertian penting tentang menginformasikan penduduk berkenaan dengan siapa yang berpengaruh (who is standing) dan kebijakan apa yang mereka tawarkan.

2.       Kedua, periklanan itu membujuk (persuasif). Pierre Martineau (dalam McNair, 2003) menyatakan bahwa dalam suatu sistem yang kompetitif, suatu produk harus dipelihara dengan berbagai teknik unggul; harus dinvestasikan dengan nada tambahan (overtones) ke individu-individu konsumen; harus diberkahi dengan kesempurnaan imajinasi dan asosiasi; harus mempunyai banyak orang pada suatu level, jika kita mengharapkan produk itu mencapai tingkat penjualan puncak, jika kita berharap produk itu mencapai penerimaan emosional (seperti loyalitas merk)
oudrillard (dalam McNair,2003) meyakini bahwa setiap produk mempunya tanda nilai (sign-value), berkenaan dengan hirarkhi sosial, perbedaan masing-masing individu, perlakuan khusus terhadap suatu kasta dan kultur mereka, ditemukannya keuntungan, kepuasan pribadi. Komoditas hadir selain karena kegunaannya, juga memberikan penanda makna tentang komoditas itu.
Meminjam pemikiran Antony Gidden (2001), apapun wujud realitas sosial, politik, ekonomi, budaya merupakan praksis sosial yang tak pernah terpisah antara dimensi ruang dan waktu, pemimpin yang lahir dalam wujud demokrasi apa pun, tak akan lepas dari masa lalu, kekinian, dan masa yang akan datang..
Demokrasi seyogianya menempatkan rakyat sebagai subjek politik, bukan sasaran dari pemasaran politik dalam konteks bisnis. Karena jika praksis politik terjebak pada ranah bisnis, maka yang muncul kepermukaan adalah platform politik yang tak lagi mengindahkan tanggung jawab sosial dan moral karena hakikat bisnis tak mengenal keduanya, kecuali keuntungan semata yang teramat rasional

0 comments:

Post a Comment